Sejarah Kalimantan Barat

Sabtu, 15 Oktober 2016

Kalimantan Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan dengan ibu kota Provinsi Kota Pontianak.

Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km² (7,53% luas Indonesia). Merupakan provinsi terluas keempat setelahPapua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.[4]Kalimantan berasal dari nama kelamantan sejenis buah sagu yang dikonsumsi penduduk di utara pulau ini.[8] Menurut dari C.Hose dan Mac Dougall, nama "Kalimantan" berasal dari 6 golongan suku-suku setempat yakni Dayak Laut (Iban), Kayan, Kenya, Klemantan, Munut, dan Punan. Dalam karangannya, Natural Man, a Record from Borneo (1926), C Hose menjelaskan bahwa Klemantan adalah nama baru yang digunakan oleh bangsa Melayu. Namun menurut Slamet Muljana, kata Kalimantan bukan kata Melayu asli tapi kata pinzaman sebagai halnya kata Malaya, melayu yang berasal dari India (malaya yang berarti gunung).

Kalimantan atau Klemantan berasal dari bahasa Sanksekerta, Kalamanthana yaitu pulau yang udaranya sangat panas atau membakar (kal[a]: musim, waktu dan manthan[a]: membakar). Karena vokal a pada kala dan manthana menurut kebiasaan tidak diucapkan, maka Kalamanthana diucap Kalmantan yang kemudian disebut penduduk asli Klemantan atau Quallamontan yang akhirnya diturunkan menjadi Kalimantan.[9] Terdapat tiga kerajaan besar (induk) di pulau ini yaitu Borneo (Brunei/Barune), Succadana (Tanjungpura/Bakulapura), dan Banjarmasinn (Nusa Kencana). Penduduk kawasan timur pulau ini menyebutnya Pulu K'lemantan[10][11][12], orang Italia mengenalnya Calemantan dan orang Ukraina : Калімантан.

Jika ditilik dari bahasa Jawa, nama Kalimantan dapat berarti "Sungai Intan".
Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki provinsi "Seribu Sungai". Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang di antaranya dapat dan sering dilayari. Beberapa sungaibesar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan.
Kalimantan Barat berbatasan darat dengan negara bagian Sarawak, Malaysia.[5] Walaupun sebagian kecil wilayah Kalimantan Barat merupakan perairan laut, akan tetapi Kalimantan Barat memiliki puluhan pulau besar dan kecil (sebagian tidak berpenghuni) yang tersebar sepanjang Selat Karimata dan Laut Natuna yang berbatasan dengan wilayah Provinsi Kepulauan Riau.
Jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Barat menurut sensus tahun 2004 berjumlah 4.073.304 jiwa (1,85% penduduk Indonesia).

Sejarah Kalimantan Barat

Menurut kakawin Nagarakretagama (1365), Kalimantan Barat menjadi taklukan Majapahit[6], bahkan sejak zaman Singhasari yang menamakannya Bakulapura atau Tanjungpura.[7] Wilayah kekuasaan Tanjungpura membentang dari Tanjung Dato sampai Tanjung Sambar. Pulau Kalimantan kuno terbagi menjadi 3 wilayah negara kerajaan induk: Borneo (Brunei), Sukadana (Tanjungpura) dan Banjarmasin. Tanjung Dato adalah perbatasan wilayah mandala Borneo (Brunei) dengan wilayah mandala Sukadana (Tanjungpura), sedangkan Tanjung Sambar batas wilayah mandala Sukadana/Tanjungpura dengan wilayah mandala Banjarmasin (daerah Kotawaringin).[8][9] Daerah aliran Sungai Jelai, di Kotawaringin di bawah kekuasaan Banjarmasin, sedangkan sungai Kendawangan di bawah kekuasaan Sukadana.[10]Perbatasan di pedalaman, perhuluan daerah aliran sungai Pinoh (Lawai) termasuk dalam wilayah Kerajaan Kotawaringin (bawahan Banjarmasin)[11] Menurut Hikayat Banjar(1663), negeri Sambas, Sukadana dan negeri-negeri di Balitang Lawai atau Batang Lawai (nama kuno sungai Kapuas) pernah menjadi taklukan Kerajaan Banjar atau pernah mengirim upeti sejak zaman Hindu, bahkan Raja Panembahan Sambas telah menghantarkan upeti berupa dua biji intan yang berukuran besar yang bernama Si Giwang dan Si Misim.[12][13] Pada tahun 1604 pertama kalinya Belanda berdagang dengan Sukadana.[14]) Sejak 1 Oktober 1609, Kerajaan Panembahan Sambas menjadi daerah protektoratVOC Belanda. Walaupun belakangan negeri Sambas di bawah kekuasaan menantu Raja Panembahan Sambas yang merupakan seorang Pangeran dari Brunei, namun negeri Sambas tetap tidak termasuk dalam mandala negara Brunei. Sesuai perjanjian 20 Oktober 1756 VOC Belanda berjanji akan membantu Sultan Banjar Tamjidullah I untuk menaklukan kembali daerah-daerah yang memisahkan diri di antaranya Sanggau, Sintang dan Lawai (Kabupaten Melawi), sedangkan daerah-daerah lainnya merupakan milikKesultanan Banten, kecuali Sambas. Menurut akta tanggal 26 Maret 1778 negeri Landak dan Sukadana (sebagian besar Kalbar) diserahkan kepada VOC Belanda oleh Sultan Banten. Inilah wilayah yang mula-mula menjadi milik VOC Belanda selain daerah protektorat Sambas. Pada tahun itu pula Syarif Abdurrahman Alkadrie yang dahulu telah dilantik di Banjarmasin sebagai Pangeran yaitu Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam direstui oleh VOC Belanda sebagai Sultan Pontianak yang pertama dalam wilayah milik Belanda tersebut.[15] Pada tahun 1789 Sultan Pontianak dibantu Kongsi Lan Fang diperintahkan VOC Belanda untuk menduduki negeri Mempawah dan kemudian menaklukan Sanggau. Pada tanggal 4 Mei 1826 Sultan Adam dari Banjar menyerahkan Jelai, Sintang dan Lawai (Kabupaten Melawi) kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Tahun 1846 daerah koloni Belanda di pulau Kalimantan memperoleh pemerintahan khusus sebagai Dependensi Borneo.[16] Pantai barat Borneo terdiri atas asisten residen Sambas dan asisten residen Pontianak. Divisi Sambas meliputi daerah dari Tanjung Dato sampai muara sungai Doeri. Sedangkan divisi Pontianak yang berada di bawah asisten residen Pontianak meliputi distrik Pontianak, Mempawah, Landak, Kubu, Simpang, Sukadana, Matan, Tayan, Meliau, Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi, Sepapoe, Belitang, Silat, Salimbau, Piassa, Jongkong, Boenoet, Malor, Taman, Ketan, dan Poenan [17] Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, 14 daerah di wilayah ini termasuk dalam wester-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8.[18] Pada 1855, negeri Sambas dimasukan ke dalam wilayah Hindia Belanda menjadi Karesidenan Sambas.
Menurut Hikayat Malaysia, Brunei, dan Singapore wilayah yang tidak bisa dikuasai dari kerajaan Hindu sampai kesultanan Islam di Kalimantan Barat adalah kebanyakan dari Kalimantan Barat seperti Negeri Sambas dan sekitarnya, dan menurut Negara Brunei Darussalam Hikayat Banjar adalah palsu dan bukan dibuat dari kesultanan Banjar sendiri melainkan dari tangan-tangan yang ingin merusak nama Kalimantan Barat dan disebarluaskan keseluruh Indonesia sampai saat ini, karena menurut penelitian para ahli psikolog di dunia Negeri Sambas tidak pernah kalah dan takluk dengan Negara manapun.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal yang dimuat dalam STB 1938 No. 352, antara lain mengatur dan menetapkan bahwa ibukota wilayah administratif Gouvernement Borneo berkedudukan di Banjarmasin dibagi atas 2 Residentir, salah satu di antaranya adalah Residentie Westerafdeeling Van Borneo dengan ibukota Pontianak yang dipimpin oleh seorang Residen.[19]
Pada tanggal 1 Januari 1957 Kalimantan Barat resmi menjadi provinsi yang berdiri sendiri di Pulau Kalimantan, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1956 tanggal 7 Desember 1956. Undang-undang tersebut juga menjadi dasar pembentukan dua provinsi lainnya di pulau terbesar di Nusantara itu. Kedua provinsi itu adalah Kalimantan Selatandan Kalimantan Timur.

Kondisi Alam

Iklim di Kalimantan Barat beriklim tropik basah, curah hujan merata sepanjang tahun dengan puncak hujan terjadi pada bulan Januari dan Oktober suhu udara rata-rata antara 26,0 s/d 27,0 dan kelembaban rata-tara antara 80% s/d 90%.
Sosial Kemasyarakatan
Suku Bangsa
Etnis paling dominan di Kalimantan Barat, yaitu Dayak (34,93%) dan Melayu (33,84%). Etnis Dayak merupakan etnis di daerah pedalaman, sedangkan etnis Melayu mayoritas di kawasan pesisir. Etnis terbesar ketiga yaitu etnis Jawa (9,74%) yang memiliki basis pemukiman di daerah-daerah transmigrasi. Di urutan keempat yaitu Etnis Tionghoa (8,17%) yang banyak terdapat di perkotaan seperti Singkawang dan Pontianak. Berikutnya di urutan kelima yaitu etnis Madura (6,27%) yang memiliki basis pemukiman di Pontianak danKubu Raya.
Etnis terbesar keenam hingga sepuluh yaitu Bugis (3,13%), Sunda (1,13%), Batak (0,60%), Daya (0,52%) dan Banjar (0,33%) dan suku-suku lainnya (1,33%).

Berdasarkan data BPS tahun 2003 setelah diolah, Suku bangsa di Kalimantan Barat, yaitu:[1]
Nomor Suku Bangsa Jumlah Konsentrasi
1 Suku Melayu 1.259.890 33,75%
2 Suku Dayak 1.259.802 33,75%
3 Orang Tionghoa 373.690 10,01%
4 Suku Jawa 351.152 9,41%
5 Suku Madura 205.550 5,51%
6 Suku Bugis 123.000 3,20%
7 Suku Sunda 45.090 1,21%
8 Suku Banjar 24.756 0,66%
9 Suku Batak 20.824 0,56%
10 Suku-suku lainnya 69.194 1,85%
Total 3.732.950 100,00%

Bahasa

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang secara umum dipakai oleh masyarakat di Kalimantan Barat. Selain itu bahasa penghubung, yaitu Bahasa Melayu Pontianak, Melayu Sambas dan Bahasa Senganan menurut wilayah penyebarannya. Demikian juga terdapat beragam jenis Bahasa Dayak, Menurut penelitian Institut Dayakologi terdapat 188 dialek yang dituturkan oleh suku Dayak dan Bahasa Tionghoa seperti Tiochiu dan Khek/Hakka. Dialek yang di maksudkan terhadap bahasa suku Dayak ini adalah begitu banyaknya kemiripannya dengan bahasa Melayu, hanya kebanyakan berbeda di ujung kata seperti makan (Melayu), makatn (Kanayatn), makai (Iban) dan makot (Melahui).
Khusus untuk rumpun Uut Danum, bahasanya boleh dikatakan berdiri sendiri dan bukan merupakan dialek dari kelompok Dayak lainnya. Dialeknya justru ada pada beberapa sub suku Dayak Uut Danum sendiri. Seperti pada bahasa sub suku Dohoi misalnya, untuk mengatakan makan saja terdiri dari minimal 16 kosa kata, mulai dari yang paling halus sampai ke yang paling kasar. Misalnya saja ngolasut (sedang halus), kuman (umum), dekak (untuk yang lebih tua atau dihormati), ngonahuk (kasar), monirak (paling kasar) dan Macuh (untuk arwah orang mati).
Bahasa Melayu di Kalimantan Barat terdiri atas beberapa jenis, antara lain Bahasa Melayu Pontianak dan Bahasa Melayu Sambas. Bahasa Melayu Pontianak sendiri memiliki logat yang sama dengan bahasa Melayu Sarawak, Melayu Malaysia dan Melayu Riau.

Agama

Mayoritas masyarakat Kalimantan Barat menganut agama Islam (59,22%). Wilayah-wilayah mayoritas muslim di Kalimantan Barat yaitu daerah pesisir yang mayoritas didiami Suku Melayu seperti Kabupaten Sambas, Mempawah, Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya, Kapuas Hulu dan Kota Pontianak. Di Kabupaten Melawi dan Kota Singkawang sekitar 50% penduduknya beragama Islam. Agama Islam juga dianut Suku Jawa, Madura dan Bugis yang berada di Kalimantan Barat.
Di daerah pedalaman yang didiami Suku Dayak mayoritas penduduknya beragama Kristen (Katolik/Protestan) seperti di Kabupaten Bengkayang, Landak, Sanggau, Sintang dan Sekadau. Orang Tionghoa di Kalimantan Barat kebanyakan menganut agama Buddha dan Kristen (Katolik/Protestan). Di wilayah yang banyak terdapat etnis Tionghoa seperti Kota Singkawang dan Pontianak juga terdapat penganut Buddha dalam jumlah cukup besar.
Agama yang dipeluk masyarakat Kalimantan Barat, yaitu :[3]

Nomor Agama Jumlah Konsentrasi Keterangan
1 Islam 2.603.318 59,22% dipeluk oleh Suku Melayu, Jawa, Madura, Bugis, Sunda, Banjar, Minangkabau, sebagian Suku Batak serta sebagian kecil Suku Dayak dan Tionghoa
2 Kristen (Katolik dan Protestan) 1.508.622 34,32% dipeluk oleh Suku Dayak, Tionghoa, NTT, sebagian Suku Batak serta sebagian kecil Suku Jawa
3 Buddha 237.741 5,41% dipeluk oleh orang Tionghoa
4 Khonghucu 29.737 0,68% dipeluk oleh orang Tionghoa
5 Hindu 2.708 0,06% dipeluk oleh orang Bali

Pendidikan
Perguruan Tinggi/Universitas yang ada di Kalimantan Barat antara lain:
  1. IAIN Pontianak
  2. Universitas Tanjungpura
  3. Sekolah Tinggi Pastoral Santo Agustinus Keuskupan Agung Pontianak (STP St. Agustinus KAP)
  4. Politeknik Negeri Pontianak
  5. STIPER Panca Bhakti Pontianak
  6. STMIK Pontianak
  7. Politeknik Kesehatan
  8. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Pontianak
  9. Universitas Muhammadiyah
  10. ASMI Pontianak
  11. ABA Pontianak
  12. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Dharma
  13. Akademi Sekretari dan Manajemen Widya Dharma
  14. Akademi Bahasa Asing Widya Dharma
  15. Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Widya Dharma
  16. Politeknik Tonggak Equator (POLTEQ)
  17. STIE Pontianak
  18. Universitas Panca Bakti
  19. STIH Singkawang
  20. Universitas Kapuas, Sintang
  21. Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka
  22. STKIP PGRI Pontianak
  23. STKIP PERSADA KHATULISTIWA SINTANG
  24. AMIK Bina Sarana Informatika Pontianak
  25. STKIP Singkawang
  26. Sekolah Tinggi Theologia (STT) Berea, Ansang, Kabupaten Landak
  27. Sekolah Tinggi Theologia Pontianak (STTP), Pontianak
  28. Sekolah Tinggi Theologia Kalimantan (STK), Pontianak
  29. Sekolah Tinggi Theologia Eklesia (STT Eklesia), Pontianak
  30. Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah (STIK Muhammadiyah)Pontianak
  31. Akademi Manajemen Komputer dan Informatika (AMKI) Ketapang
  32. Politeknik Ketapang